Cari Blog Ini

Senin, 18 November 2013

PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA


PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA
(REKTAL DAN VAGINA)

                       

DISUSUN OLEH:
                        KELOMPOK 11
v  NOPPIE MUDIARTI
v  SISCA PERMATA SARI


AKADEMI KESEHATAN SWAKARSA JAKARTA
PROGRAM D III KEPERAWATAN
JAKARTA
2012

Pemberian Obat Supositoria (Rektal)
A.  Pengertian Obat Supositoria Rektal
            Bentuk obat supositoria rektal berbeda dari obat supositoria vagina. Bentuk obat supositoria rektal lebih tipis dan bulat. Bentuk obat yang ujungnya bulat mencegah trauma anal ketika obat dimasukkan. Obat supositoria rektal mengandung obat yang memberikan efek lokal, misalnya meningkatkan defekasi, atau efek sistemik, misalnya mengurangi rasa mual dan menurunkan suhu tubuh. Obat supositoria rektal disimpan di dalam lemari es sebelum diberikan.
            Selama memberikan obat perawat harus memasukkan obat supositoria melewati sfingter anal dalam dan menyentuh mukosa rektal. Obat supositoria tidak boleh dipaksa masuk ke dalam massa atau materi feses.
B.   Tujuan Pemberian Supositoria
1.    Memberikan efek lokal dan sistemik.
2.    Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat.
3.    Menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar.
4.    Pemberian obat ini diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna.

C.   Indikasi
1.    Mengobati gejala-gejala rematoid,  spondistis ankiloksa,  gout akut dan osteoritis.
2.    Untuk pengobatan konstivasi, wasir.
3.     Untuk efek sistematik  seperti mual dan muntah.

D.  Kontra Indikasi
1.    Hipersensitif terhadap ketoprofen, esetosal dan ains lain.
2.    Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut) pada saluran cerna.
3.     Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.
4.    Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
5.    Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
6.    Pembedahan rektal.
E.   Pelaksanaan
1.    Persiapan Alat
a)    Supositoria rektal atau tube salep dan aplikator salep
b)   Catatan pasien dan daftar obat pasien
c)    Bantalan kassa ukuran 10 cm x 10cm
d)   Sarung tangan
e)    Pelumas dalam larutan air
f)    Pilihan : pispot
2.    Persiapan Pasien
a)    Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.
b)   Memebritahukan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
c)    Beri tahu pasien untuk tetap berbaring/miring selama kurang lebih 5 menit.
d)   Menutup jendela, korden, dan memasang sampiran atau sketsel bila perlu.
e)    Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.



3.    Prosedur Tindakan
a)    Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan waktu, jumlah dan dosis obat.
b)   Siapkan pasien
c)    Identifikasi pasien dengan tepat dan tanyakan namanya
d)   Berikan penjelasan pada pasien dan jaga privasi pasien
e)    Atur posisi pasien dalam posisi sim dengan tungkai bagian atas fleksi ke depan
f)    Tutup dengan selimut mandi, panjangkan area parineal saja
g)    Kenakan sarung tangan
h)   Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatan dengan jeli, beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dan tangan dominan anda.
i)     Minta pasien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelaksasikan sfingterani. Mendorong supositoria melalui spinter yang kontriksi menyebabkan timbulnya nyeri
j)     Regangkan bokong pasien dengan tangan dominan, dengan jari telunjuk yang tersarungi, masukan supusitoria ke dalam anus melalui sfingterani dan mengenai dinding rektal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak-anak.
k)   Anak supositoria harus di tetapkan pada mukosa rectum supaya pada pasiennya di serap dan memberikan efek terapeutik
l)     Tarik jari anda dan bersihkan areal anal pasien dcngan tisu.
m) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit untuk mencegah keluarnya suppositoria
n)   Jika suppositoria mengandung laktosit atau pelunak fases, letakan tombol pemanggil dalam jangkauan pasien agar pasien dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi
o)   Buang sarung tangan pada tempatnya dengan benar
p)   Cuci tangan
q)   Kaji respon pasien
r)     Dokumentasikan seluruh tindakan.
















Pemberian Obat Supositoria (Vagina)
A.  Pengertian Obat Supositoria Vagina
            Obat vagina tersedia dalam bentuk supositoria, sabun, jeli atau krim. Obat supositoria tersedia dalam bungkus satuan dan dikemas dalam pembungkus timah. Penyimpanan di lemari es mencegah obat supositoria padat berbentuk oval meleleh. Setelah obat supositoria dimasukkan ke dalam rongga vagina, suhu tubuh akan membuat obat meleleh, didistribusikan dan diabsorpsi. Setelah memasukkan obat, pasien mungkin berharap untuk memakai pembalut perineum untuk menampung drainase yang berlebihan. Karena obat vagina seringkali diberikan untuk mengobati infeksi, setiap rabas yang ke luar mungkin berbau busuk.
B.   Tujuan Pemberian Supositoria vagina
1.    Mengobati infeksi pada vagina
2.    Menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina
3.    Mengurangi peradangan
4.    Indikasi dan KontraindikasiTindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat

C.   Indikasi
Vaginitis, keputihan vagina dan serviks (leher rahim) karena berbagai etiologi, ektropia dan parsio dan serviks. Servik sebagai hemoestasis setelah biopsy dan pengangkatan polip di serviks, erosi uretra eksterna dan popiloma uretra kondiloma akuminata. Luka akibat penggunaan instrument ginekologi untuk mempercepat proses penyembuhan setelah electron koagulasi.



D.  Kontra Indikasi
Jangan diberikan pada orang yang mempunyai kecenderungan hipersensitif atau alergi.

E.   Pelaksanaan
1.    Persiapan Alat
a)    Obat dalam tempatnya
b)   Aplikator untuk krim vagina
c)    Pelumas untuk supositoria
d)   Sarung tangan sekali pakai
e)    Pembalut
f)    Handuk bersih
g)    Perlak/pengalas
h)   Gorden / sampiran
2.    Persiapan Pasien dan Lingkungan
a)    Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.
b)   Memeberitahukan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
c)    Menutup jendela, korden, dan memasang sampiran atau sketsel bila perlu.
d)   Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.
3.    Prosedur Tindakan
a)    Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b)   Gunakan sarung tangan.
c)    Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
d)   Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
e)    Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
f)    Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada obat.
g)    Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
h)   Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan tisu.
i)     Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat bereaksi.
j)     Cuci tangan.
k)   Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.
Catatan: apabila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti petunjuk krim yang tertera pada kemasan, renggangkan lipatan labia dan masukkan aplikator kurang lebih 7,5 cm dan dorong penarik aplikator untuk mengeluarkan obat dan lanjutkan sesuai langkah nomor 8,9,10,11.













Daftar Pustaka

Kusmiyati, Yuni (2007). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice 1st Edition.        Jakarta: EGC.

Samba, Suharyati. (2005). Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC
Uliyah, Musrfatul. (2009). Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Medika.

Minggu, 17 November 2013

asuhan keperawatan denga tekanan intrakranial


 KATA PENGANTAR

Puji syukur  kami panjatkan  kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kehendak-Nya lah makalah ini dapat diselesaikan tepat  pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Dokumentasi Keperawatan. Selain untuk memenuhi tugas tersebut, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan kita dalam hal mempelajari  pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Tekanan Intra Kranial.
Dalam penyusunan makalah ini Kami mengalami banyak sekali kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan minimnya pengalaman. Namun, berkat bimbingan dan bantuan beberapa pihak makalah ini dapat terselesaikan, walaupun masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika Kami mengucapkan terimakasih kepada :

1.        Bapak H. Idran A.karyan, SH, Selaku Ketua Yayasan Swakarsa Mandiri  Optima Jakarta.
2.        Ibu Ns. Shinta Maharani, S.Kep, M.Kep Selaku Direktur Akademi Kesehatan Swakarsa Jakarta.
3.        Ibu Ns. Dian Anggraini, S.Kep, selaku Wali Tingkat II akademi Kesehatan Swakarsa Jakarta.
4.        Ibu Enalia puspita S.Kep selaku kordinator mata ajar dokumentasi keperawatan akademi kesehatan swakarsa jakarta.
5.        Teman – teman perawat angkatan  XVIII yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami  menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak  diperbaiki, maka itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif dan membangun agar makalah ini lebih baik lagi.
Harapan kami mudah-mudahan makala ini bebar-benar bisa menjadi sumber informasi bagi pembaca semua .           
                                                                                                        Jakarta, November 2013
                       
                                                                                                  
  Penyusun

















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................        i
DAFTAR ISI ...................................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...............................................................................          1
B.     Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C.     Tujuan Penulis ............................................................................... 4
D.    Sistematika Penulisan .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian  ......................................................................................         6
B.     Konsep Takanan Intrakranial .........................................................          7
C.     Etiologi ............................................................................................        9
D.    Patofisiologi ....................................................................................         11
E.     patoflow .........................................................................................          14
F.      Manifestasi klinis.............................................................................         14
G.    Pemeriksaan diagnostik...................................................................         18
H.    Komplikasi .....................................................................................          19
I.       Penatalaksanaan..............................................................................          19
BAB III TINJAUAN KASUS
A.    Pengkajian .......................................................................................         21
B.     Analisa data ....................................................................................         24
C.     Prioritas Masalah ............................................................................          25
D.    Intervensi ........................................................................................         25
E.     Implementasi ..................................................................................          30
F.      Evaluasi ..........................................................................................          32

BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan ....................................................................................          34
B.     Saran ..............................................................................................          35

DAFTAR FUSTAKA........................................................................................      36










BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) à berakibat kerusakan otak iskemik. Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan.
Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu perawat dalam melakukan pengamatan penting karena otak letaknya terkurung dalam kerangka yang kaku, penekanan tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat gangguan fungsi otak yang permanen. Tengkorak bayi, yang belum kaku, merupakan kekecualian dan penekanan tekanan intrakranial dapat diamati sebagai penonjolan fontanel. Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.
             Pressure (Tekanan Intracranial) adalah tekanan yang ada di dalam tulang kranium yang mana berisi otak, sistem vaskuler cerebral dan cairan cerebrospinal. Tekanan biasanya diukur melalui caioran otak dengan tekanan normal antara 5 - 15 mmHg atau antara 60 - 180 mmH2O. Tekanan diatas 250 mmH2O disebut peningkatan tekanan intracranial dan gejala-gejala serius dari gangguan penyakit yang menyertai akan muncul. TIK yang diukur melalui lumbal fungsi biasanya tidak terlalu akurat karena apabila ada sumbatan pada jalur kortikospinal akan mendapatkan hasil yang kurang akurat. Contoh ada obstruksi antara otak dan medulla spinalis, tekanan pada lumbal mungkin normal dan pada cranial atau otak akan terjadi tekanan sangat tinggi sehingga dalam monitoring TIK sering dipakai fungsi cisterna (fungsi tulang kranium).
Seperti telah disebutkan terdahulu dalam tulang kranium terdapat tiga kompartemen yang mengisi intracranial yang mana akan memberikan kontribusi terhadap TIK. Kompartemen tersebut adalah parenkim otak, sistem pembuluh darah otak dan system cairan serebrospinal. Berat otak orang dewasa berkisar antara 1,3 - 1,5 kg atau 2 % dari berat badan dan 70 – 80 %nya adalah cairan intra dan ekstraseluler. Massa ini secara anatomi dipisah oleh lapisan duramater. Pemisah yang paling penting adalah Falk cerebri yang mana memisahkan hemisfer di atasnya, tentorial serebelum pemisah lobus oksipital inferior dengan serebelum. Tentorium serebelum berisi kira-kira kumpulan batang otak atas dan disebut incisura tentorial notch. Pada dasarnya otak mempunyai viskositas yang tidak mudah tertekan, namun bila ada tekanan yang berlebihan akan menimbulkan pemindahan jaringan otak dan terjadi disfungsi serebral. Penekanan jaringan kedalam incisura (herniasi) akan menimbulkan terganggunya pusat vital di batang otak dan disertai adanya gangguan berbagai saraf cranial yang tergantung pada seberapa besar tekanan yang dialaminya. Disamping itu jaringan otak ini dapat juga mengalami kerusakan atau nekrosis bila mengalami benturan langsung atau iskemia yang menimbulkan gangguan metabolisme otak. Kompartemen yang kedua adalah cairan serebrospinal yang diproduksi setiap hari. Akan tetapi sebagian besar dari produksi tersebut diserap kembali. CSF ini diproduksi di ventrikel empat otak dan disalurkan ke saluran kortikospinal dan berada di ruangn subarachnoid. Jumlah cairan otak dalam keadaan normal + 135 mL ditambah dengan cairan serosa yang berada pada ruanng lainnya (epidural dan subdural) sekitar 15 mL.bila ada gangguan baik pada produksi, salurannya ataupun absorpsinya maka akan terjadi akumulasi cairan tersebut di otak dan menimbulkan peniongkatan TIK. Hal ini mungkin juga terjadi akibat adanya kerusakan pada sistem penyerapan di vili-vili arachnoid. Kompartemen ketiga adalah sistem pembuluh darah otak. Darah yang berada di otak baik vena maupun arteri adalah sekitar 150 mL. Pembuluh darah ini pun dapat terganggu dengan berbagai cara. Seperti oklusi atau dilatasi sehingga akan mempengaruhi besarnya aliran darah dan pada akhirnya dapat mempengaruhi TIK.
Akibat penurunan dan peningkatan aliran darah adalah sebagai berikut : Tekanan darah meningkat secara akut à Meningkatkan volume darah serebral (tekanan, ekstravasasi, edema) à Tekanan intracranial meningkat à Tekanan darah menurun secara akut à Volume darah serebral menurun à Tekanan perfusi serebral menurun à Hipoksia, hiperkarbia, asidosis à Tekanan intracranial meningkat. Prosentase dari masing-masing komponen volume intracranial adalah sebagian otak paling besar yaitu 87 %, volume darah 3 – 4 % dan CSF berkisar 9 – 10 %.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
1.    Apa yang dimaksud dengan peningkatan tekanan intra kranial?
2.    Apakah etiologi dari peningkatan tekanan intra kranial ?
3.    Bagaimanakah patofisiologinya?
4.    Jelaskan manifestasi klinis yang terjadi pada peningkatan tekanan intra kranial ?
5.    Jelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk peningkatan tekanan intra kranial ?
6.    Apakah komplikasi yang terjadi pada peningkatan tekanan intra kranial ?
7.    Bagaimanakah penatalaksanaan pada peningkatan tekanan intra kranial ?
8.    Bagaimanakah askep pada peningkatan tekanan intra kranial ?
C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan  makalah ini adalah
1.    Tujuan Umum
       Setelah mengikuti seminar ini, mahasiswa mampu memahami dan mengerti asuhan keperawatan pada pasien yang menderita tekenen intra kranial
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui definisi peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
b.    Untuk mengetahui etiologi dari peningkatan TIK
c.    Untuk menjelaskan patofisiologi dari peningkatan TIK
d.   Utnuk menjelaskan manifestasi klinis dari peningkatan TIK
e.    Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk peningkatan TIK
f.     Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada peningkatan TIK
g.    Untuk menjelaskan penatalaksanaan dari peningkatan TIK
h.    Untuk menjelaskan askep pada peningkatan tekanan intra cranial

D.Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam penyusunan karya tulis ini, penulis membagi dalam lima bab, yaitu :
BAB  I   :  Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB    II    :  Tinjauan teoritis meliputi :
Konsep dasar medis yang terdiri dari : Pengertian, konsep tekanan intrakranial, etiologi, patofisiologi, patoflow, klasifikasi, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan.
Konsep dasar keperawatan yang terdiri dari : Pengkajian data, perencanaan, tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan evaluasi.
BAB  III     :  Tinjauan kasus
Membahas asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
BAB   V       :  Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan : Merupakan rumusan dari seluruh makalah ini.
Saran : Merupakan tanggapan dan hal-hal yang dirumuskan berdasarkan kesimpulan.



BAB II
TINJAUAN TEORI
A.  Pengertian
            Peningkatan tekanan intracranial atau hipertensi intracranial adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan intracranial sebesar > 15 mmHg atau > 250 mmH2O. Peningkatan tekanan intracranial merupakan komplikasi yang serius yang biasanya terjadi pada trauma kepala, perdarahan subarahnoid, hidrosefalue, SOL, infeksi intracranial, hipoksia dan iskemi pada otak yang dapat menyebabkan herniasi sehingga bisa terjadi henti nafas dan jantung ( Hudak & Gallo, 1998 ).
            Peningkatan tekanan  intrakranial  adalah suatu peningkatan di atas normal dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan intrakranial adalah antara 80-180 mm air atau 0-15 mmHg.
            Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jangan otak, volume darah intrakranial, dan cairan cerebrospinal (CSS)di dalam tengkorak pada satu satuan waktu. Tekanan normal dari tekanan intrakranial bergantung pada posisi pasien dan berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg. Tekanan intrakranial dapat meningkat apabila terjadi peningkantan jaringan, CSS, atau darah kranial. Peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan disebut hipertensi intrakranial. Hipertensi intrakranial menyebabkan neuron kapiler yang halus diotak tertekan sehingga terjadi hipoksia, cedera dan kematian neuron, inflamasi dan pembengkakan, dan akhirnya deteriorasi progresif fungsi otak. Apabial tekanan intrakranial mencapai tekanan arteri rerata sistemik, aliran darah ke otak berhenti dan indvidu meninggal.
B.  Konsep Tekanan Intrakranial
1.    Hipotesis moro-kellie
       Diruang intrakranial terdapat 3 komponen yaitu: jaringan otak (80%),cairan serebrospinal (10%). pada saat kondisi normal tekanan intra kranial (TIK) di pertahankan tekanannya dibawah 15 mmHg. Sebagai dasar untuk memahami tentang fasiologi TIK adalah dengan hipotesis monrokellie. Maksud dari hipotesis ini bahwa suatu peningkatan volume dari suatu komponen intrakranial harus dikompensasi dengan suatu penurunan satu atau lebih dari komponen yang lain sehingga volume total tetap dipertahankan. Kompensasi ini dapat dilakukan namun mempunyai batas, yaitu dengan cara pemindahan cairan serebrospinal  dari ruang intrakranial menuju ruang lumbal, meningkatan absorbsi cairan serebrospinal dan menekan agar tekanan sistem pena lebih rendah.
2.    Lengkung volume-tekanan
Pada otak sanggup mengembang,menunjukan adanya peningkatan volume intrakranial dapat ditolereasi tanpa harus meningkatkan tekanan intranial (TIK). Namun bagaimana pun juga kemampuan pengembang intrakranial ada batasnya.sekali pun ini dibatasi,suatu keadaan dekompensasi dilakukan pada saat meningkatnya TIK. Hubungan antara volume dengan perubahan tekanan intraktranial dan peningkatan kecil. Gambaran dalam kurva inijuga dipengaruhi oleh penyebab dan kecepatan peningkatan volume dalam ruang intraktranial, misalnya para klien dengan epidural hematome akut akan memperlihatkan kemunduran neorologi yang lebih cepat bila dibandingkan dengan klien meningioma dan ukurannya sama.
3.    Aliran darah sereberal dan autoregulasi
       Aliran darah sereberal sebanding dengan permintaan untuk kebutuhan metabolisme dari otak.meskipun hanya 2 % dari berat badan, memerlukan 15-20% kardiak output dalam keadaan istirahat dan 15 % kebutuhan  oksigen tubuh. Dahulu diyakini bahwa aliran darah sereberal tergantung pada tekanan arterial secara pasif. Bagaimana pun otak secara normal mempunyai suatu kapasitas kompleks untuk mempertahankan secara konstan aliran darah meskipun jarak perbedaan yang  jauh  dari tekanan arteri adalah suatu efek dari suatu auto regulasi .tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) 50-150 mmHg tidak merubah aliran darah menuju serebral pada saat mata autoregulasi. Diluar batas atau regulasi,aliran darah serebral adalah kondisi akibat asidosis, alkalosis dan perubahan dalam kecepatan metabolik.kondisi penyebab alkalosis (hipokapnia) menyebabkan kontreksi pembuluh darah serebral. Suatu penurunan kecepatan metabolisme (misalnya hipotermia atau karbiturat) menurunkan aliran darah serebral dan meningkatnya kecepatan metabolisme menyebabnya peningkatan aliran darah serebral.
4.    Tekanan perfusi serebral
Sangat sulit menggukur aliran darah serebral didalam klinik. Tekanan perfusi serebral,adalah suatu tekanan taksiran,dimana merupakan gradien tekanan darah yang melintasi otak dan dihitung sebagai  perbedaan antara tekanan arteri rata-rata/ mean arterial pressure (MAP) yang masuk dengan tekanan intrakranial/intrakranial pressure (ICP) pada arteri. CCP pada orang dewasa sekitar 80-100 mm Hg, dengan range antara 80-150 mm Hg. CCP dapat dipertahankan mendekati 60 mm Hg untuk memberikan kebutuhan darah keotak secara adekuat. Jika tekanan perfusi  serebral menurun nilainya maka akan terjadi iskhemia. Tekanan perfusi 30 mm Hg atau dibawahnya akan menyebabkan hipoksia neuronal atau kematian sel.
C.  Etiologi
Penyebab peningkatan tekanan intrakranial:
1.    Space occupying yang meningkatkan volume jaringan
a.    Kontusio serebri
b.    Hematoma
c.    Infark
d.   Abses
e.    Tumor intrakranial
2.    Masalah serebral
a.    Peningkatan produksi cairan serebrospinal
b.    Bendungan sistem ventrikular.
c.    Menurun absorbsi cairan serebrospinal.
3.    Edema  serebral
a.    Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak.
b.    Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan larutan hipertonik.
c.    Pengaruh trauma kepala.
Sedangkan faktor-faktor  yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial adalah:
1.    Hiperkapnia dan hipoksemia.
2.    Obat-obatan vasodilasi yang meningkatkan aliran darah ke otak (misalnya nicotinic acid, histamina dan nydrochloride).
3.    Valsava manuver (mengedan pada saat buang air besar dan turun dari tempat tidur)
4.    Posisi tubuh seperti kepala lebih rendah, tengkurap, fleksi, ekstrim panggul dan fleksi leher.
5.    Kontraksi  otot isometrik, gerakan kaki mendorong papan kaki atau mendorong tempat tidur dengan satu tanggan.
6.    Rapid eye movement (REM) sleep yang terjadi dengan mimpi.
7.    Keadaan yang merangsang emosional klien (merasa sedih dengan penyakitnya ketidak berdayaan).
8.    Rangsangan berbahaya, misalnya tertekuknya  selang  kateter, nyeri saat tindakan medis).
D.  Patofisiologi
            Peningkatan tekanan interakranial adalah suatu mekanisme yang di akibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi pembedahaan .
Isi dari tengkorak kepala, atau isi kranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi kranial mengakibatkan peningkatan  tekanan  intrakranial, sebab ruangan kranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang.
            Peningkatan satu dari beberapa isi kranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak bisa berkembang ,tanpa berpengaruh serius pada  aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral.space accupying lesions (SOL) mengantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya.pada pertama kali satu hemisfere dari otak akan dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisfere akan dipengaruhi.
            Peningkatan tekanan intrakranial dalam ruangan kranial pada pertama kali dapat dikompensasi  dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah keserebral  akan menurun dan perfusi  menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO 2 dan PH. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi  dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intrakranial yang berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagai akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat  vasomotor, arteri serebral posterior, sarafokulomotorik, traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan menggangu mekanisme kesadaran, peraturan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan temperatur tubuh.
Volume intracranial = Volume aliran darah + Volume CSF
    ( 3 – 10 % )  ( 8 – 12 % )
Otak mempunyai kemampuan mengatur Cerebral Blood Flow ( CBF ) bila tekanan perfusi serebral berkisar antara 60-100 mmHg. Faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan pembuluh darah otak dalam berkonstriksi / berdilatasi adalah :
1.    Iskemi
2.    Hipoksia
3.    Hiperkapnia
4.    Trauma otak
Normalnya otak dapat mengkompensasi adanya perubahan volume minimal yang disebabkan oleh adanya kolaps sisterna, koma ventikel, dan system pembuluh darah dengan cara menurunkan / meningkatkan reabsorpsi CSF. Mekanisme kompensasi terhadap peningkatan TIK menurut Hudak & Gallo (1998) adalah sebagai berikut :
1.    Pemindahan CSF .
Ketika kompensasi ini terlampaui, TIK akan meningkat selanjutnya pasien akan memperlihatkan adanya tanda-tanda peningkatan TIK dan tentunya akan dilakukan upaya-upaya kompensasi lain untuk menurunkan tekanan tersebut.
2.    Menurunkan volume darah otaik.
Ketika terjadi penurunan darah otak yang mencapai 40 % jaringan otak akan mengalami asidosis dan apabila penurunan tersebut mencapai 60 % maka akan telah tampak adanya kelainnan pada EEG. Kompensasi ini merubar metabolisme serebral dan umumnya akan menimbulkan hipoksia dan beberapa bagian dari jaringan otak akan mengalami nekrosis.
3.    Pemindahan jaringan otak ke daerah tentorial sdibawal falk cerebri melalui foramen magnum ke dalam kanal medulla spinalis
Shunting dari darah vena keluar dari system otak. Kompensasi ini akan berjalan normal bila peningkatan volume tidak terlalu besar. Apabila peningkatan volume terlalu besar, maka kompensasi ini tidak adekuat sehingga memungkinkan terjadinya herniasi otak yang dapat berakibat fatal.
Kemampuan otak dalam mengkompensasi perubahan TIK dipengaruhi oleh:
1.    Lokasi lesi
2.    Kecepatan ekspansi / pengembangan otak
3.    Kemampuan compliance / kapasitas penyeimbangan volume otak
E.  Patoflow
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2YaxCVytkj6PHbIlTIgd37xLVChzUUoShbM_l3nKDrl0FCGyseWxOeEW_ffFetdPhfrjQyu1tvmSwgYP7g4mwVU4OY8y9AkXNON0LTDrR4CRL4CK-ymSARYCfRrTWd7H28mD7uqFk5-g/s600/pathway+tekanan+intra+kranial.jpg
F.   Manifestasi Klinik
1.    Penurunan tingkat kesadaran.
Penurunan derajat kesadaran dikarenakan :
a.    Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus, tetapi sensitif terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya nalar (kognisi).
b.    Fluktuasi TIK akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajad kesadaran adalah somnolen, delirium dan letargi.
2.    Perubahan pupil (pada awalnya akan konstriksi kemudian secara frogresif akan mengalami dilatasi dan tidak beraksi terhadap cahaya.
3.    Perubahan tanda-tanda vital.pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai respon terhadap iskhemik dari pusat motor di otak, kemudian akan menurun.denyut nadi akan cepat dan irregular, temperatur biasanya normal, kecuali infeksi.
4.    Disfungsi motorik dan sensorik.
Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanantraktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelangmati) penderita menjadi flasid bilateral. Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsiterjadi akibat aktivasimotoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otot-otot fleksosr menjauhi rangsang nyeri (otot-otot fleksor dipergelangan lutut, kaki, dan panggul mengkontraksikankeempatanggota badan kearah badan). Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal.
Tanda fokal motor neuron dan sensoris     hemipareses dan hemiplegi. Tanda Babinski, Hiperefleksia, rigiditas    tanda penurunan fungsi motor. Kejang dapat terjadi. Herniasi di atas batang otak     deserebrasi dan dekortikasi.
5.    Kelainan pengelihatan,berupa menurunya  ketajaman pengelihatan,pengelihatan kabur,dan diplopia.
6.    Sakit kepala.
Nyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan bridging veins). Nyeri terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hal ini dikarenakan secara normal terjadipeningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidurmenjelangbangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.
7.    Muntah tanpa nausea dan proyektil.
Muntah Projectile vomiting akibat peningkatan ICP.Muntah akibat PTIK tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa.Muntahdisebabkan adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan langsungpada pusat muntah.Kita belum mengerti secara lengkap bagaimana mekanismerefleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului oleh mual / dispepsia atau tidak.Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf-saraf ke otot. Bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak otot-otot abdomen dan thoraks.
8.    Perubahan tekanan darah dan denyut nadi
Karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah. Penekananke batang otak menyebabkan susasana iskemik di pusat vasomotorik di batangotak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks rtespon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK.
Dengan meningginya tekanan darah, curah jantungpun bertambah dengan meningkatnyakegiatan pompa jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya kondisipenderitaakan terjadi penurunan tekanan darah.Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali permenit sebagai usahakompensasi. Menurunnya denyut nadi dan “isi“ denyut terjadi sebagai upaya jatung untuk memompa akan ireguler, cepat, “ halus“ dan akhirnya menghilang.
9.    Perubahan pola pernafasan
Respirasi karena herniasi otak sering menyebabkan disrithmia pada respirasi.Cheyne - Stokes, Hiperventilasi, Apneustic, Cluster breathing, ataxic breathing, Gasping Breathing, Depressed breathing.
10.              Perubahn suhu badan
Peningkatan suhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Padafase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangattinggi. Melonjaknya suhu badan dapat juga terjadi akibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi sebagaimana halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hipertermia akibat gagal pusat termoregulasi.
11.              Hilangnya refleks – refleks batang otak
Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat hilangnya atau disfungsi refleks-refleks batang otak. Refleks-refleks ini diantaranya Refleks kornea, Oukosefalik, dan Aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi buruk bila terjadi refleks-refleks tersebut.
Hiccuping (cegukan)   kompresi nerves vagus    kontraksi spasmodik diafragma   akibat kompresi batang otak karena herniasi segera laporkan dokter.
12.              Papiledema
Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan terjadi seandainya belum menjadi tingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya papiloedema tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi secara bertahap. Papiledema      perbesaran blindspot    ketajaman penglihatan turun.

G. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang yang dapat dilakukan untuk Peningkatan Tekanan Intrakranial antara lain :
1.    CT Scan. Meningkatt isotop pada tumor.
2.    CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel serebral.
3.    Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah.
4.    X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial.
5.    X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.
6.    Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline.

H.  Komplikasi
Komplikasi dari Peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu :
1.    Herniasi batang otak      ireversible anoxia otak.
2.    Diabetes Insipidus    akibat penurunan sekresi ADH    kelebihan urine, penurunan osmolaritas urine, serum hiperosmolaritas dengan terapi : cairan, elektrolit, vasopresin.
3.    Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)    peningkatan sekresi ADH   kebalikan Diabetes insipidus   terapi : batasi cairan, 3 % hipertonic saline solution       hati-hati central pontine myelolysis    tetraplegia dengan defisit nerves cranial. Terapi lain SIADH     lithium carbonate / demeclocycline blok aksi ADH.
I.     Penatalaksana
1.    Pengobatan peningkatan tekanan intrakranial.
a.    Pembedahaan
b.    Dilakukan pada kline dengan tumor otak ,abses,pendarahan subdura atau epidura hematom.
c.    Terapi obat : diuresis osmotik (manitol, gliserol, glumosa dan urea, furosemide/lasix), kortikosteroid, antikonvulsi dan antihipertensi.
2.    Pembatasan cairan.pemasukan cairan biasanya diberikan antara 900 ml/24jam sampai dengan 2500 ml/24 jam.
3.    Hiperventilasi untuk mempertahankan PO2 dan PCO2 dalam batas normal.
4.    Pengontrolan temperatur tubuh.
5.    Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter drainage yang merupakan tindakan sementara.
6.    Terapi koma barbiturat bila pengobatan untuk mengatasi hipertensi intrakranial tidak ada perubahan.









BAB III
TINJAUAN KASUS
A.  Pengkajian
1.    Riwayat terkait dengan penyebab peningkatan tekanan intrakranial,seperti trauma kepala, tumor otak, abses, hipoksia, peradangan selaput/otak, mendapat terapi cairan hipertonik, dan kelebihan cairan serebrospinal.
2.    Pengkajian fisik yang meliputi :
a.    Tingkat kesadaran. Pasien dikaji sebagai dasar dalam mengidentifikasi criteria Skala Koma Glasgow. Pasien dengan peningkatan TIK memperlihatkan perubahan lain yang dapat mengarah pada peningkatan TIK berat. Hal ini termasuk perubahan yang tidak terlihat, perubahan tanda vital, sakit kepala, perubahan pupil, dan muntah.
b.    Pemeriksaan GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi  15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius (Black&Hawks, 2005).
c.    Perubahan pupil dan ocular. Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan perubahan pupil.
d.   Perubahan motorik dan sensorik
e.    Tanda-tanda vital Perubahan tanda vital mungkin tanda akhir dari peningkatan TIK. Pada peningkatan TIK, frekuensi nadi dan pernapasan menurun dan tekanan darah serta suhu meningkat. Tanda-tanda spesifik yang diobservasi termasuk adanya tekanan tinggi pada arteri, bradikardia dan respirasi tidak teratur serta adanya tanda lain yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pernapasan tidak teratur yangdikaji termasuk pernapasan cheyne stokes (frekuensi dan kedalaman pernapasan bergantian dengan periode singkat apnea) dan pernapasan ataksia (pernapasan tidak teratur dengan urutan kedalaman yang acak dan pernapasan dangkal). Tanda vital pasien berkompensasi selama sirkulasi otak dipertahankan. Bila, sebagai akibat dari kompresi , sirkulasi utama mulai gagal, nadi dan pernapasan mulai cepat dan suhu biasanya meningkat tetapi tidak diikuti pola yang konsisten. Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic) melebar, keadaan ini berkembang serius. Perubahan cepat pada respons klinik sebelumnya selalu berada pada periode di mana fluktuasi nadi menjadi cepat, dengan kecepatan yang bervariasi dari lambat sampai cepat. Intervensi pembedahan adalah penting untuk mencegah kematian. Tanda vital tidak selalu berubah, pada keadaan peningkatan TIK. Pasien dikaji terhadap perubahan dalam tingkat responsivitas dan adanya syok, manifestasi ini membantu dalam evaluasi.
f.     Keluhan Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan diperberat oleh gerakan atau mengejan.
g.    Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan diperberat oleh gerakan atau mengejan.
h.    Perubahan pupil dan ocular. Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan perubahan pupil.
i.      Muntah dan muntah. Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada pusat refleks muntah di medulla. Pengkajian klinis tidak selalu diandalkan dalam menentukan peningkatan TIK, terutama pasien koma. Pada situasi tertentu, pemantauan TIK adalah bagian esensial dari penatalaksanaan.
3.     Psikososial yang meliputi:
a.    Usia
b.    Jenis kelamin
c.    Strategi koping dan penerimaan terhadap kondisi.
4.    Pengkajian pengetahuan : Etiologi, Pengobatan, Tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial, tingkat pengetahuan dan kemampuan membaca.
5.    Skala ROM
a.    Skala 1
Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
b.    Skala 2,
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
c.    Skala 3,
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan telapak tangan dan jari
d.   Skala4,
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
e.    Skala 5,
Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal
Skala diatas pada umumnya dipakai  untuk memeriksa  penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada seseorang penderita.

B.  Analisa Data
NO.
DATA SENJANG
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DS : -
DO : -
Meningkatkan aliran darah ke otak, atau yang menghambat aliran darah dari otak.
Tekanan intrakranial meningkat dan penurunan tekanan perfusi serebral
2.
DS : -
DO : -
Akibat tindakan oprasi
Resiko terjadinya Infeksi

C.  Prioritas Masalah
1.    Pre operasi : Perfusi Jaringan tidak efektif berhubungan dengan tekanan intrakranial meningkat dan penurunan tekanan perfusi serebra.
2.    Post Operasi : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat bergerak.

D.  Intervensi
NO.
DX
TUJUAN SMART
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pre-op
Perfusi Jaringan tidak efektif berhubungan dengan tekanan intrakranial meningkat dan penurunan tekanan perfusi serebral
·         Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6 V5).
·         Tidak kaku kuduk.
·         Tidak terjadi kejang.
·          TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg, dewasa 120/80 mmHg).
·         Tidak terjadi muntah progresif
·         Tidak sakit kepala
-          GDA normal( > 95%)
·         Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.
·          Pantau/catat status neurologis, seperti GCS.
·         Pantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung.
·          Pantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
·          Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
·         Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
·         Berikan obat sesuai indikasi seperti : Steroid ;deksametason, metilprednison (medrol).
·         Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis segera.
·         Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.
·         Perubahan pada frekuensi,disritmia dan denyut jantung dapat terjadi, yang mencerminkan trauma batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.
·         Tipe dari pola rnapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena.
·         Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK
·         Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk iskemia serebral.
·         Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinya “fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
2.
Post-op
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat bergerak.
·         pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0),
·         Pasien tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
·         Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien, minta pasien menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
·         Bantu pasien  mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada pasien untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik
·         Pantau dan catat TTV.
·         Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan menonton TV/ mendengarkan musik
·         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
·         Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
·         Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas pasien untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
·         Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak
·         pasien.
·         Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri yang dirasakan.
·         Pemberian analgetik dapat membantu menghilangkan rasa nyeri.

E.  Implementasi
NO.
DX
INTERVENSI
RESPON HASIL
1.
Pre-op
Perfusi Jaringan tidak efektif berhubungan dengan tekanan intrakranial meningkat dan penurunan tekanan perfusi serebral
·         Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.
·         Memantau/catat status neurologis, seperti GCS.
·         Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung.
·          Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
·         Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
·         Memantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
·         Memberikan obat sesuai indikasi seperti : Steroid ;deksametason, metilprednison (medrol).
·         Pasien mau mengikuti.
·         Dapat menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.
·         Dapat mengetahui perubahan pada frekuensi,disritmia dan denyut jantung dapat terjadi, yang mencerminkan trauma batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.
·         Pola napasan seirama
·         Dapat meningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK
·         Tidak asidosis
·         Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinya “fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
2.
Post-op
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat bergerak.
·         Mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
·         Membantu pasien mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada pasien untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri.
·         Memantau dan catat TTV.
·         Mengunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka.
·         Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
·         Rasa nyeri pasien berkurang
·         Dapat mengatasi nyeri dan kontinuitas pasien untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik.
·         Pasien mau di ukur tanda-tanda vitalnya.
·         Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.
·         Pasien mau meminum obat yang diberikan (analgetik)

F.   Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1.    Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan serebral
a.    Meningkatnya orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
b.   Dapat mengkuti aba-aba secara verbal; menjawab pertanyaan dengan benar.
2.    Mencapai tidak nyeri
a.    nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0),
b.    Rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Peningkatan tekanan intracranial atau hipertensi intracranial adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan intracranial sebesar > 15 mmHg atau > 250 mmH2O. Peningkatan tekanan intracranial merupakan komplikasi yang serius yang biasanya terjadi pada trauma kepala, perdarahan subarahnoid, hidrosefalue, SOL, infeksi intracranial, hipoksia dan iskemi pada otak yang dapat menyebabkan herniasi sehingga bisa terjadi henti nafas dan jantung.
Konsep tekanan intrakranial ada 4 yaitu hipotesis moro-kellie, lengkung volume-tekanan, aliran darah sereberal dan autoregulasi, dan tekanan perfusi serebral. Sedangkan etiologi atau penyebabnya yaitu space occupying yang meningkatkan volume jaringan, masalah serebral, edema  serebral.
Adapun tanda dan gejala dari peningkatan TIK yaitu penurunan tingkat kesadaran, perubahan pupil, perubahan tanda-tanda vital, disfungsi motorik dan sensorik, kelainan pengelihatan, sakit kepala, muntah tanpa nausea dan proyektil, perubahan tekanan darah dan denyut nadi, perubahan pola pernafasan, perubahn suhu badan, hilangnya refleks – refleks batang otak, papiledema.
Bila peningkatan TIK ini tidak segera di atasi maka dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya herniasi batang otak, diabetes Insipidus, sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone.

B.  Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang peningkatan Tekanan intrakranial ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.














DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku Ed. 3. Jakarta : EGC
Mumenthaler, Mark. 1995. Neurology. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Trans Info Media
www.pediatrics-undip.com/.../...
http://ilmukeperawatanku.blogspot.com/2011/01/askep-peningkatan-tekanan-intrakranial.html
http://petrus88.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-ptik.html diunduh tangal 13 Februari 2013